Tuesday, April 21, 2009

SIFILIS

SIFILIS

II.1 Definisi

Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin. ( Soedarto, 1990 )

II.2 Etiologi

Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk golongan Spirochaeta yang berbentuk seperti spiral dengan panjang antara 5- 20 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah segar. ( Soedarto, 1990 )

II.3 Patogenitas dan gejala klinis

Sifat-sifat yang mendasari virelensi Treponema pallidum belum dipahami selengkapnya tidak ada tanda- tanda bahwa kuman ini bersifat toksigenik karena didalam dinding selnya tidak ditemukan eksotosin ataupun endotoksin. Meskipun didalam lesi primer dijumpai banyak kuman namun tidak ditemukan kerusakan jaringan yang cukup luas karena kebanyakan kuman yang berada diluar sel akan terbunuh oleh fagosit tetapi ada sejumlah kecil Treponema yang dapat tetap bertahan didalam sel makrofag dan didalam sel lainya yang bukan fagosit misalnya sel endotel dan fibroblas. Ini dapat menjadi petunjuk mengapa Treponema pallidum dapat hidup dalam tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama ,yaitu selama masa asimtomatik merupakan ciri khas dari penyakit sifilis. Sifat invasif Treponema sangat membantu memperpanjang daya tahan kuman didalam tubuh manusia.

Sifilis merupakan penyakit kronik Granulomatosa dimana perjalanan penyakitnya berlangsung lama. Lesi pada stadium akhir mungkin baru muncul 30 tahun setelah infeksi pertama. Pada penyakit sifilis terdiri dari 3 stadium yaitu stadium primer, sekunder dan tersier.ketiga stadium ini dipisahkan oleh periode asimtomatik, yang masa tunasnya 3-4 minggu muncul lesi primer yang terlokalisasi yang akan sembuh setelah 2-6 minggu. Stadium ini disusul dengan stadium sekunder, dijumpai lesi diseluruh tubuh atau generalisata luka ini sembuh dalam waktu 2- 6-minggu. Stadium ini disertai dengan periode laten selama beberapa tahun. Selama periode tersebut tidak dijumpai manifestasi klinik tetapi dalam tubuh sejumlah kecil penderita berlangsung proses yang mengarah kebentuk sifilis yang lebih berat yaitu sifilis tersier. ( Parvin azini ,1996 )

II. 4 Epidemiologi

Penularan utama dari penyakit adalah lewat kontak seksual (coitus ), bisa juga lewat mukosa misalnya dengan berciuman atau memakai gelas dan sendok yang selesai dipakai oleh penderita sifilis dan penularan perenteral melalui jarum suntik dan tranfusi darah. Masa inkubasi dari penyakit sifilis berlngsung sekitar 2- 6 minggu setelah hubungan seksual yang dianggap sebagai penularan penyakit tersebut ( coitus suspectus ).

Secara garis besar penularan sifilis dibagi atas :

1. Sifilis kongenital atau bawaan

Sifilis kongenital akibat dari penularan spirokaeta tranplasenta; bayi jarang berkontak langsung dengan Chancre ibu yang menimbulkan infeksi pasca lahir. Resiko penularan transplasenta bervariasi menurut stadium penyakit yang diderita oleh ibu. Bila wanita hamil dengan sifilis primer dan sekunder serta spirokaetamia yang tidak diobati, besar kemungkinan untuk menularkan infeksi pada bayi yang belum dilahirkan daripada wanita dengan infeksi laten. Penularan dapat terjadi selama kehamilan. Insiden dari infeksi sifilis kongenital tetap paling tinggi selama 4 tahun pertama sesudah mendapat infeksi primer, sekunder dan penyakit laten awal.

2. Sifilis Akuisita ( dapatan )

Sifilis dapatan penularanya hampir selalu akbat dari kontak seksual walupun penangananya secara kuratif telah tersedia untuk sifilis selama lebih dari empat dekade, sifilis tetap penting dan tetap merupakan masalah kesehatan yang lazim di Indonesia. Pembagian sifilis dapatan berdasarkan epidemiologi , tergantung sifat penyakit tersebut menular atau tidak. Stadium menular bila perjalanan penyakit kurang dari 2 tahun dan stadium tidak menular perjalanan penyakit lebih dari 2 tahun.

Pembagian secara klinis :

J Stadium I

J Stadium II Stadium menular

J Stadium Laten Dini

J Stadium Rekurens

J Stadium Laten Lanjut

J Stadium III Stadium tidak menular

J Kardiovaskuler Dan Neuosifilis

II. 5 Manifestasi klinis

II. 5. 1 Sifilis primer

Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh Chancre sifilis dan adenitis regional. Papula tidak nyeri tampakpada tempat sesudah masuknya Treponema pallidum. Papula segra berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri dengan tepi menonjol yang disebut chancre. Infeksinya sebagai lesi primer akan terlihat ulserasi ( chancre ) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di daerah genitalia disertai dengan pembesaran kelenjar regional yang tidak nyeri. Chancre biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum yang hidup yang hidup dan sangat menular, chancre extragenitalia dapat juga ditemukan pada tempat masuknya sifilis primer. Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4 – 6 minggu dan setelah sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak diobati infeksinya berkembang ke manifestasi sifilis sekunder.

II. 5. 2 Sifilis Sekunder

Terjadi sifilis sekunder, 2 – 10 minggu setelah chancre sembuh. Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam, mukola papuler non pruritus, yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak tangan dan telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga berkembang pada daerah yang lembab disekitar anus dan vagina, terjadi kondilomata lata ( plak seperti veruka, abu – abu putih sampai eritematosa ). Dan plak putih disebut ( Mukous patkes ) dapat ditemukan padfa membrana mukosa, gejala yang ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah penyakit seperti flu seperti demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering ada. Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat ditemukan juga, meningitis terjadi 30 % penderita. Sifilis sekunder dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan cairan protein serebrospinal (CSS ), tetapi penderita tidak dapat menunjukkan gejala neurologis sifilis laten.

II.5. 3 Relapsing sifilis

Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak tepat dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala – gejala klinik dapat timbul kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan serologinya yaitu dari reaksi STS ( Serologis Test for Syfilis ) yang negatif menjadi positif. Gejala yang timbul kembali sama dengan gejala klinik pada stadium sifilis sekunder.

Relapsing sifilis yang ada terdiri dari :

a. Sifilis laten

Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis sekunder dan tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten ( laten awal ). Tidak terjadi kekambuhan sesudah tahun pertama disertai sifilis lambat yang tidak mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif dapat ditularkan selama 4 tahun pertama sedang sifilis laten yang tidak menular berlangsung setelah 4 tahun tersebut. Sifilis laten selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik hanya reaksi STS positif.

b. Sifilis tersier

Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak sesudah gejala sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai menunjukkan manifestasi penyakit tersier yang meliputi neurologis, kardiovaskuler dan lesi gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul, noduloulseratif atau gumma. Gumma selain mengenai kulit dapat mengenai semua bagian tubuh sehingga dapat terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada susunan syaraf pusat ( neurosifilis ).

c. Sifilis kongenital

Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil yang menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan sifilis kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis mengakibatkan anak lahir mati, infantille congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak menjadi besar dan bahkan sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi – lesi mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang – tulang panjang, paralisis dan rinitis yang persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka kelainan yang timbul pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya parasis atau tabes, atrofi nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf nervous kedelapan, juga interstitial keratitis, stig mata tulang dan gigi, saddel – nose, saber shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan kadang – kadang gigi Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital tergantung beratnya infeksi tetapi kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa disembuhkan. (Soedarto, 1990).

II. 6 Diagnosis

Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema. Uji non protonema seperti Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif ( gagal pengobatan atau reinfeksi ) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale, limfogranuloma venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan ( kanker ).

LAPORAN PENDAHULUAN BATU GINJAL

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU GINJAL

A. Pengertian

- Batu ginjal adalah yang terbentuk karena pengendapan garam urat oksalat atau kalsium di tubulus ginjal kemudian berada di Kaliks infun di bulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisipelvis serta kaliks ginjal. (Basuki. B.Purnomo 2000 dan Oswari E 1993)

- Batu ginjal (kalkulus) adalah bentuk deposit mineral, paling oksalat Ca2+ dan Fosfat Ca2+ namun asam urat dan kristal lain yang pembentuk batu (Marilynn E. Doenges, 1999)

B. Patofisiologi

Secara teoritis dapat terbentuk di seluruh sal. Kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada penvikalises (stenosis ureto-pelvis), divertikel, obstruksi inflavesika kronis seperti pada hiper plasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pemb. Batu.

Batu ginjal terbentuk pada tubuh ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi seluruh kaliks ginjal. Batu terbentuk ketika konsentrasi subtansi ttt seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan as.urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat definisi subtansi ttt, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urine. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari 2 kaliks ginjal memberikan kristalisasi dalam urine. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari 2 kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghrn. Kelainan atau obtruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundi bulum dan stenosis uretero pelvic) mempermudah timbulnya batu sal kemih.


C. Etiologi

a. Herrditair (keturunan) : peny ini diduga diturunkan dari ortunya.

b. Umur : Penyakit ini sering didapatkan pada usia 30-50 tahun

c. Jenis kelamin : Jumlah pasien laki-laki 3 x lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.

d. Dehidrasi kronis, asupan cairan yang buruk, dan imobilisasi

e. Infeksi kronis dengan urea mengandung bakteri (proteus vilgaris)

f. Diet tinggi purin dan abnormalitas metabolisme purin

g. Faktor geografis

D. Tanda dan Gejala

1. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak di daerah panggul dan hematurta.

2. Batu yang menimbulkan onstruksi menyebabkan rasa sakit/hebat di daerah panggul.

3. Kolik yang sangat menyakitkan yang menjalar sepanjang perjalanan ureter ke sekrotum atau bagian medial paha.

4. Hematuria makroskopis idak jarang

5. Terdapat nyeri tekan di daerah panggul dan tanda-tanda ileus

6. Nyeri di pinggang, skrotum atau penis, sesuai dengan lokasi batu

E. Komplikasi

1. Sumbatan : akibat pecahan batu

2. Infeksi : akibat diseminasi partikel batu ginjal bakteri akibat obstruksi

3. Kerusakan fungsi ginjal : akibat sumbangan yang lama sebelum pegobatan dan pengangkatan batu ginjal.

F. Pemeriksaan Diagnostik :

a. Urinalisa : warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah, secara umum menunjukkan SDM, SDP, Kristal (Sistim, asam urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus, PH, mungkin asam (meningkatkan sistim dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat ammonium, atau batu kalsium fosfat.

b. Urine (24 jam) : Kreatinin, asam urat, kalsium, asam urat, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat.

c. Kultur Urine : Mungkin menunjukkan ISK (Stapillacocus aureos, proteus, klebsiela, pseudomonas).

d. Survei Biokimia : Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein dektrolit.

e. BUN/Kreatinin serum dan urine : Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.

f. Morida dari birokarbonat serum : peninggian kadar korida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubuh ginjal.

g. Hitung darah lengkap : SDP mungkin meningkatkan menunjukkan infeksi/septicemia.

h. SDM : Biasanya normal

i. Hb/Hb : Abnormal bila px dehifrasi berat/polisitemia terjadi (mendorong presipilasi pemadatan) atau anemia (perdarahan, disfungsi/gagal ginjal)

j. Hormon parahiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang reansorpsi Kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine)

k. Foto Ronsen KUB : menunjukkan adanya kalkuli dan/atau perubahan anatomic pada area ginjal dan sepanjang ureter.

l. IUP : memberikan konfirmasi cepat urolitasis seperti penyebab nyeri abdormal atau panggul, menunjukkan abnalitas pada struktur anatomic (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.

m. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu dan /atau efek obstruksi.

n. Scan CT : Mengidentifikasi/menggambaran kalkuli dan massa lain ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.

o. Ultrasound ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.


G. Pengobatan

a. Konsepvativ

Batu ginjal yang tanpa gejala, tidak berhubungan dengan reinfeksi, dan tidak menyebabkan obstruksi, tidak memerlukan terapi.

b. Instrumental atau pembedahan

Batu ginjal yang menyumbat atau menyebabkan infeksi yang berulang-ulang diangkat dengan pembelahan (mungkin perlu dilakukan pretomi, nefrotomi, atau bahkan nefrektomi.

c. Terapi Medik amentora ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari SMM, karena diharapkan batu dapat keluar spaontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum dan minum banyak air.