Monday, November 9, 2009

askep ibu hamil dengan tbc


BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon.
Penularan tuberculosis terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah penderita terdapat basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman yang terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.
Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya.
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada.

Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan.
Pada penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (purified protein derivate) 5u dan bila hasilnya positif diteruskan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X. Pada penderita dengan TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum, untuk membuat dianosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan. Pengaruh TBC paru pada ibu yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Pada janin jarang dijumpai TBC kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh ibunya.

II. TUJUAN

A. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah memberikan asuhan keperawatan pada Ibu Hamil dengan TB paru.
B. Tujuan Khusus
o Untuk mengetahui Definisi dan Etiologi TB paru
o Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi saluran pernapasan
o Untuk mengetahui Patofisiologi
o Untuk mengetahui Penegakan Diagnosa TB paru
o Untuk mengetahui Kompilasi Hasil dan Interpretasi Akhir
o Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada penderita TB paru


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah karena sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon, sedangkan batuk darah (hemoptisis) adalah salah satu manifestasi yang diakibatkannya. Darah atau dahak berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah tidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi.

II. Etiologi

Sebagaimana telah diketahui, TBC paru disebabkan oleh basil TB (Mycobacterium tuberculosis humanis).
· M. tuberculosis termasuk familie Mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, satu di antaranya adalah Mycobacterium, yang salah satu speciesnya adalah M. tuberculosis.
· M. tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humanis (kemungkinan infeksi type bovinus saat ini diabaikan, setelah higiene peternakan makin ditingkatkan).
· Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnai secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).
· Karena sebetulnya Mycobacterium pada umumnya tahan asam, secara teoritis BTA belum tentu identik dengan basil TB. Tetapi karena dalam keadaan normal penyakit paru yang disebabkan oleh Mycobacterium lain (y.i. M. atipik) jarang sekali ditemukan, dalam praktek BTA dianggap identik dengan basil TB. Di negara dengan prevalensi AIDS/infeksi HIV yang tinggi, penyakit paru yang disebabkan M. atipic (=Mycobacteriosis) makin sering ditemukan, sehingga dalam kondisi seperti ini, perlu sekali diwaspadai bahwa BTA belum tentu harus identik dengan basil TB. Malahan mungkin saja BTA belum tentu harus identik dengan basil TB, mungkin saja BTA yang ditemukan adalah M. atipic yang menjadi penyebab Mycobacteriosis.
· Kalau untuk bakteri-bakteri lain hanya diperlukan beberapa menit sampai 20 menit untuk mitosis, basil TB memerlukan waktu 12 sampai 24 jam. Hal ini memungkinkan pemberian obat secara intermiten (2 – 3 hari sekali).
· Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya ultraviolet. Basil TB juga rentan terhadap panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TB yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 1000 C. basil TB juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70%, atau lisol 5%.

III. Anatomi dan fisiologi

System pernafasan terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, sampai dengan alveoli dan paru-paru. (lihat gambar anatomi saluran pernafasan dibawah ini)
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama, mempunyai dua lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung. Hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa.
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan, faring terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring, bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring, dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring.
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa. trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri.
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung-ujungnya terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli.
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium kiri. Besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut. sedangkan kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kuranglebih 5 liter.
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh (ekspirasi) yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru .proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara terdorong keluar.
2. Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas melalui membran pernafasan yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas permukaan membran, komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting yaitu alveoli dan darah.
3. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2 kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3% yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel.

IV. Patofisiologi

Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya.
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit, proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan Kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.

VI. Penegakan Diagnosa

1. Anamnesis
Keluhan-keluhan seseorang penderita TB sangat bervariasi, mulai dari sama sekali tidak ada keluhan sampai dengan adanya keluhan-keluhan yang serba lengkap. Pada umumnya, keluhan-keluhan ini dapat di bagi menjadi :
· Keluhan umum
Malaise, anorexia, mengurus, cepat lelah.
· Keluhan karena infeksi kronik
Panas badan yang tak tinggi (subfebril) dan keringat malam (agar lebih tepat lebih baik deisebut berkeringat pada waktu subuh, pada jam-jam 02.30 – 05.00, yaitu saat orang sehat tak akan berkeringat). Khusus tentang keluhan keringat malam, walaupun di semua textbook hal ini disebut, untuk Indonesia perlu diperhatikan bahwa keluhan ini baru ada nilai diagnostik, bila pada saat yang sama orang normal pada lingkungan yang sama tidak mengalaminya. Dengan lain perkataan, kalau penderita tinggal di rumah/kamar yang sempit dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat, apalagi kalau ada beberapa orang lain yang tidur di kamar tersebut, pastilah setiap malam semua penghuni kamar itu akan berkeringat. Sebaliknya, kalau penderita tinggal di rumah/kamar dengan ventilasi cukup, apalagi kalau kamar itu dilengkapi AC, tetapi tetap saja berkeringat malam hari, barulah keluhan ini mempunyai nilai diagnostik yang berarti.
· Keluhan karena ada proses patologik di paru dan/atau pleura
Batuk dengan atau tanpa dahak, batuk darah, sesak, dan nyeri dada.
Keluhan-keluhan ini dapat berdiri sendiri ataupun didapatkan bersama-sama. Makin banyak keluhan-keluhan ini didapatkan, makin besar kemungkinan TB.
Departemen Kesehatan dalam pemberantasan TB di Indonesia menentukan anamnesis ‘resmi’ lima keluhan utama, yaitu batuk-batuk lama (lebih dari 2 minggu), batuk darah, sesak, panas badan, dan nyeri dada. Mengingat bahwa TB adalah penyakit menahun, keluhan-keluhan ini akan sudah dirasakan selama beberapa waktu dengan kecendrungan progresif walau agak lambat. Secara khusus, barangkali ada baiknya meninjau sedikit dalam keluhan-keluhan yang berasal dari paru-paru yang sakit.
Batuk-batuk pada TB dapat kering pada permulaan penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi biasanya tak lama kemudian sudah menjadi produktif. Batuk adalah refleks paru untuk mengeluarkan sekret-sekret dan produk-produk proses destruksi paru. Berhubung saat ini begitu banyak obat-obat batuk bebas dengan dextro-metorphan HBr atau derivat codein, mungkin keluhan-keluhan ini tak begitu ditonjolkan penderita, apalagi kalau penderita tersebut merokok, sehingga batuknya dianggap sebagai batuk biasa para perokok. (Khususnya, kalau proses TB hanya menyerang mukosa bronkus saja secara terbatas, y.i. endobronkitis TB, tak jarang batuknya tetap batuk kering saja).
Berbeda sekali dengan batuk darah. Sejak dahulu batuk darah dianggap identik dengan penyakit paru yang memaksa penderita datang ke dokter/mantri/dukun untuk berobat. Darah yang dibatukkan keluar sangat bervariasi, dapat berupa coretan merah (‘bloodstreep/bloodstreak’) pada sputum atau dapat pula profus sampai bergelas-gelas sehingga dapat berakibat fatal karena shock ataupun karena aspirasi dan asfiksi.
Sesak pada penderita TB disebabkan oleh kurangnya jaringan paru yang berfungsi dengan baik (bisa karena destruksi, bisa juga karena atelektasis). Dengan lain perkataan, sesak ini disebabkan oleh gangguan restriksi, sementara lumen bronkeolus tetap terbuka normal. Dengan demikian, tak akan terdengar ‘wheezing’ (yang lazim ditemukan pada penderita asthma dan bronkitis kronis).
Walaupun keluhan-keluhan ini bersifat progresif, lajunya perlahan-lahan dan dapat mencapai bertahun-tahun. Hal ini berbeda sekali dengan karsinoma paru, yang dalam beberapa minggu saja sudah akan tampak kemunduran yang nyata dan progresif.
2. Pemeriksaan Fisik
Di sini juga tidak satu pun gejala yang patognomonis untuk TB. Variabilitas gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penyakit ini sangat besar. Bahkan tidak jarang pada stadium permulaan belum dapat ditemukan hal-hal yang patologis sementara gambaran radiologis dan pemeriksaan sputum sudah menunjukkan adanya penyakit TB.
Pada orang dewasa, biasanya penyakit ini dimulai di daerah paru atas, kanan atau kiri, yang disebut ‘fruh infiltrat’. Pada auskultasi, hanya akan ditemukan ronki basah halus sebagai satu-satunya kelainan pemeriksaan jasmani. Bila proses infiltratif ini makin meluas dan menebal, juga akan didapatkan fremitus yang menguat, dengan redup pada perkusi, suara nafas bronkeal, serta bronkopi yang menguat.
Bila sudah terjadi kavitas, akan ditemukan gejala-gejala kavitas, berupa timpani pada perkusi yang disertai suara napas amforis. Sebaliknya bila terjadi atelektasis, misalnya pada ‘destroyed lung’, suara napas setempat akan melemah sampai hilang sama sekali.
Ronki basah pada umumnya selalu akan didapatkan, mengingat bahwa selalu pula akan terbentuk sekret dan jaringan nekrotik. Makin banyak sekret itu berada, makin kasarlah ronki yang didengar.
Melihat ini semua, makin nyatalah bahwa kelainan-kelainan yang dapat ditemukan pada TB sangat variabel, baik jenis, intensitas, jumlah, maupun tempat ditemukannya (pleiomorfi).
3. Tes Tuberkulin
Sebetulnya tes ini bertujuan untuk memeriksa kemampuan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV), yang dianggap dapat mencerminkan potensi sistem imunitas selular seseorang, khususnya terhadap basil TB. Pada seseorang yang belum terinfeksi basil TB, tentunya sistem imunitas selulernya belum terangsang untuk melawan basil TB. Dengan demikian tes tuberkulin akan negatif. Sebaliknya bila seseorang pernah terinfeksi basil TB, dalam keadaan normal sistem ini sudah akan terangsang secara efektif 3-8 minggu setelah infeksi primer dan tes tuberkulin akan positif (yaitu bila didapatkan diameter indurasi 10-14 mm pada hari ketiga atau keempat dengan dosis PPD 5 TU intrakutan).
Kalau seseorang penderita sedang menderita TB aktif, tes tuberkulinnya dapat kelewat positif (artinya diameter indurasi yang ditimbulkannya dapat melebihi 14 mm). Tetapi kalau proses TB-nya hiperaktif, misalnya TB miliaris, seolah-olah seluruh kemampuan potensi imunitas seluler sudah terkuras habis dan tes akan menjadi negatif.
Selama TB masih endemik di Indonesia, yakni infeksi pada umumnya sudah akan terjadi pada usia yang masih muda sekali, tes tuberkulin sebagai tes diagnostik menjadi kurang berarti. Vaksinasi BCG secara masal juga akan lebih menghilangkan arti tes tuberkulin sebagai sarana diagnostik. Mengingat juga ada begitu banyak faktor bukan TB yang dapat mempengaruhi hasil tes tuberkulin, khususnya di negara-negara seperti Indonesia, tes ini makin kehilangan arti sebagai tes diagnostik.
Faktor-faktor ini adalah penyimpanan bahan tes yang tak memenuhi syarat; gizi yang rendah dengan semua etiologinya, seperti misalnya cacingan, memang kekurangan gizi, dan lain-lain; pemakaian kortikosteroid yang lama; baru sembuh dari penyakit infeksi berat, seperti morbili, dan sebagainya; AIDS; dan lain-lain. Semuanya dapat memberikan hasil negatif palsu.
4. Pemeriksaan Serologik
Tes ini disebut TBPAP (uji Peroksidase-Anti Peroksidase untuk TB paru). Berbeda dengan tes tuberkulin, yang dinilai adalah sistem imunitas humoral (SIH), khususnya kemampuan untuk memproduksi suatu antibodi dari kelas IgG terhadap sebuah antigen dalam basil TB. Tentunya bila seorang belum pernah terinfeksi basil TB, SIH-nya belum diaktifkan. Dengan demikian, tes ini akan negatif. Sebaliknya bila sudah pernah terinfeksi, SIH-nya sudah akan membentuk IgG tertentu tadi sehingga hasil tes akan menjadi positif. Handoyo (1998) mengemukakan bahwa sensitivitas tes ini adalah 98% dan spesifitasnya 94%, namun sampai sekarang di luar negeri tes ini tetap dianggap sebagai pemeriksaan pelengkap belaka, a.l. karena tak dapat menunjukkan penyebabnya di satu pihak dan di pihak lain sensitivitas dan spesifisitasnya dianggap belum baku (ada yang mengatakan hanya 85%.
5. Foto Rontgen Paru
Pertama-tama perlu dikemukakan bahwa fluoroskopi saat ini sudah harus ditinggalkan karena tidak objektif dan selalu tersirat faktor terburu-buru (mengingat bahaya sinar-X). Di samping itu, pemeriksaan ini juga tidak akan meninggalkan dokumen otentik.
Pada stadium permulaan, seperti telah diungkapkan di depan, TB mungkin akan lolos pada pemeriksaan jasmani, tetapi pada pemeriksaan foto paru semua ‘fruh infiltrat’ pasti akan diketahui. Disinilah letaknya kepentingan pemeriksaan foto paru untuk diagnosis dini TB.
Dalam rangka diagnosis diferensial, foto paru dapat memegang peranan yang sangat penting, karena berdasarkan letak, bentuk, luas dan konsistensi kelainan, dapat diduga adanya lesi TB. Juga hanya foto paru yang dapat menggambarkan secara objektif kelainan anatomik paru dan luasnya kelainan. Pemeriksaan ini juga meninggalkan dokumen otentik, yang sangat menentukan untuk evaluasi penyembuhan.
Bagaimanapun besar manfaat pemeriksaan foto paru dalam diagnostik TB, selalu harus diingat adanya faktor-faktor yang membatasi makna diagnostiknya, sebagai berikut :
· ‘The human factor’, yaitu adanya variasi individual dokter yang menginterpretasikannya.
· Adanya organ-organ lain dalam rongga dada, sehingga 20-25% paru akan terlindung oleh organ lain dan tak akan tampak pada foto PA biasa.
· Gambaran penyakit TB yang begitu pleiomorfik, sehingga diagnosis diferensialnya meliputi puluhan penyakit paru lain.
· Adanya kasus-kasus TB dengan sputum BTA positif tetapi dengan foto paru yang normal atau dengan gambaran penyakit paru lain yang bukan TB.
Pada umumnya kelainan-kelainan yang dapat dijumpai pada foto paru seorang penderita TB akan bervariasi mulai dari suatu bintik kapur, garis fibrotik, bercak infiltrat, penarikan trakea atau mediastinum ke sisi yang sakit, kavitas, sampai ke gambaran atau atelektasis. Kelainan-kelainan ini dapat berdiri sendiri, tetapi dapat pula ditemukan bersama-sama. ‘Destroyed lung’ merupakan contoh khas dalam hal ini. Pada keadaan ini, ditemukan sekaligus atelektasis, kavitas, dan fibrosis dengan penarikan-penarikan mediastinum ke sisi yang sakit (DOUMA, 1980). Yang diartikan dengan ‘vanishing lung’ ialah adanya suatu kavitas teramat besar dalam suatu paru sehingga boleh dikatakan seluruh paru tersebut telah berubah menjadi suatu kavitas.
Untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan dan pleiomorfi ini, bilamana dihadapkan pada keraguan-keraguan, hendaknya kita secepatnya melaksanakan pemeriksaan tambahan, misalnya foto dari samping, toplordotik, sampai CT scan, bronkoskopi, serta ulangan foto setelah beberapa saat.
6. Pemeriksaan Sputum (sekret bronkus, bahan aspirasi cairan pleura, dsb.)
Tentang pemeriksaan mutakhir dengan Polymerase Chain Reaction, pada kesempatan ini tidak akan dikupas karena mengingat sangat mahalnya dalam waktu dekat akan mustahil dikerjakan di Indonesia. Teknik pemeriksaan sputum sekarang ini bermacam-macam, tetapi pada dasarnya hanya berkisar pada pemeriksaan mikroskopis, pembenihan, dan tes resistensi. Selain sputum, spesimen lain yang harus diperiksa ialah sekret bronkus yang dikeluarkan dengan bronkoskop, bahan aspirasi cairan pleura, dan getah lambung (sebelum makan pagi).
Dengan demikian pada hakekatnya ada kemungkinan sebagai berikut :
· Mikroskopik akan menghasilkan BTA (Basil Tahan Asam) (+) atau (-)
· Perbenihan akan menunjukkan hasil hasil (+) atau (-)
Walaupun secara teoritis, BTA (+) masih mungkin bukan Mycobacterium TB, melainkan dapat juga Mycobacterium atipik, karena kemungkinan ini sangat kecil, dalam prakteknya dapat diabaikan, sehingga BTA (+) dapat dianggap sebagai Mycobacterium TB (+).
Tentunya nilai tertinggi pemeriksaan sputum adalah hasil pembenihan yang positif, artinya yang tumbuh ialah basil TB yang sesungguhnya. Namun sayang sekali pembenihan ini tidak dapat dikerjakan di semua laboratorium di Indonesia. Di samping itu, pemeriksaan ini cukup mahal dan memakan waktu 3 minggu.
Oleh karena itu, diambil praktisnya, sekali sputum BTA (+) sudah dianggap cukup untuk menentukan dianosis TB dan sudah dapat dibenarkan pemberian pengobatan spesifik dalam rangka penyembuhan penderita yang bersangkutan.


VII. Kompilasi Hasil dan Interpretasi Akhir

Dari semua hasil yang telah disebutkan akan timbul kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut :
· Klinis (anamnesis dan pemeriksaan jasmani) (+) ataupun (-)
· Foto rontgen paru (+) ataupun (-)
· Sputum BTA (+) ataupun (-)
Bila hanya klinis saja yang (+), maksimum hanya dapat dikatakan sebagai tersangka (suspec) TB saja, sehingga secara teoritis belum dibenarkan terapi spesifik. Tentunya, dalam hal ini, dokter yang menanganilah yang berkewajiban menanggulangi/menyempurnakan pemeriksaan diagnostik semaksimal mungkin, di samping memikirkan kemungkinan-kemungkinan non-TB lainnya. Dengan demikian, diagnosis tepat dan terapi yang semestinya tidak terkatung-katung. Tetapi bila fasilitas pemeriksaan foto rontgen paru dan laboratorium tidak tersedia, hendaknya dokter tetap berani menegakkan diagnosis TB hanya berdasarkan temuan-temuan klinis saja.
Bila hanya klinis (+) dan foto (+), walaupun sputum telah diperiksa 3 kali tetapi selalu BTA (-), masih dapat dibenarkan penentuan diagnosis TB dan dibenarkan pemberian terapi spesifik (WHO, 1991). Kasus ini dianggap sebagai kasus yang belum menular.
Apabila hanya foto saja yang (+), dalam bidang pemberantasan TB, penderita yang bersangkutan tak lebih dari seorang tersangka saja. Sputum harus diperiksa berulang kali, sehingga begitu didapatkan (+), dapat segera disembuhkan dengan tuntas. Dalam pelayanan kesehatan perorangan, hendaknya diagnosis TB benar-benar diperkirakan kembali, sambil menyingkirkan begitu banyak penyakit yang serupa TB pada foto paru. Dengan lain perkataan, hendaknya diagnosis yang cepat diupayakan agar secepatnya dapat ditegakkan.
Sebaliknya bila sputum (+), tanpa memperhatikan keadaan klinis ataupun foto paru, penderita yang bersangkutan harus diobati secepatnya sebagai penderita TB. Perlu diketahui di sini bahwa mungkin saja foto paru (-) walaupun sputum jelas-jelas (+). Kemungkinan suatu endobronchitis TB (lesi TB yang terbatas pada mukosa bronkus) perlu dipikirkan. Di samping itu bila dipakai teknik lain, pemeriksaan foto rontgen paru mungkin akan tampak kelainan, misalnya dengan foto toplordotik (untuk dapat melihat puncak paru lebih jelas) ataupun foto lateral kiri depan (untuk melihat daerah paru yang tersembunyi di belakang jantung).


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 4 tahap yaitu : Pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (H. Lismidar, 1990).
A. Pengkajian
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan, pengkajian terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa keperawatan (Lismidar, 1990).
1) Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan-urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
· Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain (Hendrawan Nodesul, 1996)
· Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
· Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
· Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
· Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (Hendrawan Nodesul, 1996).
· Pola fungsi kesehatan
a). Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek (Hendrawan Nodesul, 1996)
b). Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun (Marilyn. E. Doenges, 1999).
c). Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
d). Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas (Marilyn. E. Doegoes, 1999).
e). Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E. Doenges, 1999).
f). Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular (Marilyn. E. Doenges, 1999).
g). Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.
h). Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges, 1999).
i). Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
j). Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan (Hendrawan Nodesul, 1996).
k). Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
2) Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem-sistem tubuh :
a). Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
b). Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
· Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah (Purnawan Junadi dkk, 1982).
· Palpasi : Fremitus suara meningkat (Alsogaff, 1995).
· Perkusi: Suara ketok redup. (Soeparman, 1998).
· Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring (Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman, 1998).
c). Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
d). Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman, 1998).
e). Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun (Soeparman, 1998).
f). Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang meyenangkan (Alsogaff, 1995)
g). Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456
h). Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
3) Pemeriksaan penunjang
a). Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru-paru atau pada segmen superior lobus bawah (Soeparman. 1998).
b). Pemeriksaan laboratorium
· Darah
Adanya kurang darah, ada sel-sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif (Alsogaff, 1995).
· Sputum
Ditemukan adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari (Soeparman dkk, 1998. Barbara. T. Long, 1996)
· Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan (Soeparman, 1998. Barbara. T. Long, 1996).
B. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Masalah klien yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu makan menurun, aktivitas, lemas, potensial, penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.
C. Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari perkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang dapat diatas dengan tindakan keperawatan (Lismidar, 1990).
Dari analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan tuberkulosis paru komplikasi haemaptoe sebagai berikut :
1). Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk (Marilyn E. Doenges, 1999).
2). Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan keletihan, anorerksia atau dispnea (Marilyn. E. Doenges, 1999).
3). Potensial terhadap transmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potongan (Marilyn E. Doenges, 1999).
4). Kurang pengetahuan yang sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah.
5). Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk (Marilyn. E. Doenges, 1999).
6). Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan efektif proses dan kerusakan membran alveolar – kapiler (Marilyn. E. Doenges, 1999).
7). Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan nyeri dada (Lynda, J. Carpenito, 1998).
D. Intervensi
Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan menentukan diagnosa keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencaan. Dalam tahap perencanaan ini dengan melihat diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut :
1) Diagnosa keperawatan pertama : Ketidakefektifan pola pernapasan yang sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.
· Tujuan : Pola nafas efektif
· Kriteria hasil :
- Klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif
- Frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16-20 kali/menit)
- Dispneu berkurang
· Rencana tindakan dan rasional
a). Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan : catat setiap perubahan
Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret
b). Kaji kualitas sputum : warna, bau, knsistensi
Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan selanjutnya
c). Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas
d). Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi
Membantu mengembangkan secara maksimal
e). Bantu dan ajarkan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai 4 jam
Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret keluar
f). Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat-obatan
Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial
2) Diagnosa keperawatan kedua : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.
· Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda malnutrisi
· Kriteria hasil
- Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
- Berat badan stabil dalam batas yang normal
· Rencana tindakan dan rasional
a). Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, riwayat mual/muntah atau diare
Berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan indervensi yang tepat
b). Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak
Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan/kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet
c). Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik
Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan
d). Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah
e). Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster
f). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet
Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet
3) Diagnosa keperawatan ketiga : Potensial terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko patogen.
· Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
· Kriteria hasil : klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.
· Rencana tindakan dan rasional
a). Identifikasi orang lain yang berisiko. Contoh anggota rumah, sahabat
Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi
b). Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat
Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
c). Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular
d). Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis
Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari insiden eksaserbasi
e). Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan
f). Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal
Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran infeksi
4) Diagnosa keperawatan keempat : Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kuranganya impormasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
· Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya
· Kriteria hasil : klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai perawatan diri.
· Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media yang terbaik bagi klien
Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu
b) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas
Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut
c) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain
Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien
d) Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program
e) Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab pertanyaan secara nyata
Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas
f) Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh jadwal obat
Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar
g) Evaluasi kerja pada pengecoran logam/tambang gunung, semburan pasir
Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis, yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan
5) Diagnosa keperawatan kelima : Ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk.
· Tujuan : jalan nafas efektif
· Kriteria hasil :
- Klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
- Klien dapat mempertahankan jalan nafas
- Pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit)
· Rencana tindakan :
a) Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman penggunaan otot aksesori
Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja penafasan
b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif
Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut
c) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan untuk nafas dalam
Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas bebas untuk dilakukan
d) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea
Mencegah obstruksi/aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu mengeluaran sekret
e) Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi
Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah dilakukan
f) Lembabkan udara respirasi
Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret
g) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan kortikosteroid
Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia
6) Diagnosa keperawatan keenam : Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan efektif paru dan kerusakan membran alveolar – kapiler.
· Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal
· Kreteria hasil :
- Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea
- Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
- Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal
· Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan terbatasnya ekspansi dinding dada
TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress pernapasan
b) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit, termasuk membran mukosa
Akumulasi sekret, pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ vital dan jarigan
c) Tujukkan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi
Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas pendek
d) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala
e) Awasi segi GDA / nadi oksimetri
Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
f) Berikan oksigen tambahan yang sesuai
Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru
7) Diagnosa keperawatan ketujuh : Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat sehubungan dengan sesak napas dan nyeri dada.
· Tujuan : Kebutuhan tidur terpenuhi
· Kriteria hasil :
- memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur
- Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat
- Tanda-tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada
· Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit
Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita
b) Observasi efek abot-obatan yang dapat di derita klien
Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan kartifosteroid temasuk perubahan mood dan uisomnia
c) Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita
Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita
d) Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur
Memudahkan klien untuk bisa tidur
e) Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman
Lingkungan dan siasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk tidur
E. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu (Budi Anna keliat, 1994) :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat
3. Keamanan fisik dan psikologinya dilindungi
4. Dokumentasi intervensi dan respon klien
F. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapun alternatif tersebut adalah (Budi Anna keliat, 1994) :
1. Tujuan tercapai
2. Tujuan tercapai sebagian
3. Tujuan tidak tercapai

BAB IV
PENUTUP
I. Kesimpulan
Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan.
Karena prevalensi TBC paru di Indonesia masih tinggi, dapat diambil asumsi bahwa frekuensinya pada wanita akan tinggi. Diperkirakan 1% wanita hamil menderita TB paru. Menurut Prawirohardjo dan Soemarno (1954), frekuensi wanita hamil yang menderita TB paru di Indonesia yaitu 1,6%. Dengan bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya, dapat diperkirakan penyakit ini juga mengalami peningkatan berbanding lurus dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Pada umumnya, penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan dan persalinan nifas, kecuali penyakitnya tidak terkonrol, berat, dan luas yang disertai sesak napas dan hipoksia. Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dalam paru-paru kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi lebih parah. TBC paru merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian yang lebih terutama pada seorang wanita yang sedang hamil, karena penyakit ini dapat dijumpai dalam keadaan aktif dan keadaan tenang. Karena penyakit paru-paru yang dalam keadaan aktif akan menimbulkan masalah bagi ibu, bayi, dan orang-orang disekelilingnya.
II. Penanganan
1) Dalam kehamilan :
· Ibu hamil dengan proses aktif, hendaknya jangan dicampurkan dengan wanita hamil lainnya pada pemeriksaan antenatal.
· Untuk diagnosis pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru-paru.
· Penderita dengan proses aktif, apalagi dengan batuk darah, sebaiknya di rawat di rumah sakit; dalam kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan, untuk menjamin istirahat dan makan yang cukup, serta pengobatan yang intensif dan teratur.
· Obat-obatan : INH, PAS, rifadin, dan streptomisin.
· TBC paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan dan terminasi kehamilan.
2) Dalam persalinan :
· Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa dan tidak perlu tindakan apa-apa.
· Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan seringan mungkin. Pada kala I, ibu hamil di beri obat-obatan penenang dan analgetika dosis rendah. Kala II diperpendek dengan ekstraksi vakum/forseps.
· Bila ada indikasi obstetrik untuk seksio caesaria, hal ini dilakukan bekerjasama dengan ahli anestesi untuk memperoleh anestesi mana yang terbaik.
3) Dalam masa nifas :
· Usahakan jangan terjadi perdarahan yang banyak; diberi uterus tonika dan koagulansia.
· Usahakan mencegah terjadinya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika yang cukup.
· Bila ada anemia sebaiknya diberikan transfusi darah, agar daya tahan ibu lebih kuat terhadap infeksi sekunder.
· Ibu dianjurkan supaya segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah cukup, segera dilakukan tubektomi.
4) Perawatan bayi
Biasanya bayi akan ditulari ibunya setelah kelahiran, dan TBC bawaan (konenital) sangat jarang.
· Bila ibu dalam proses TBC aktif
- Secepatnya, bayi diberikan BCG.
- Bayi segera dipisahkan dari ibunya selama 6-8 minggu.
- Bila uji Mantoux sudah positif pada bayi, barulah bayi dapat ditemukan lagi dengan ibunya.
· Menyusukan bayi, pada proses aktif, dilarang karena kontak langsung dari mulut ibu dan bayi.
· Dapat diberikan anti TBC profilaksis pada bayi yaitu INH 25 mg/kg berat badan/hari.
5) TBC paru dan alat reproduksi :
· TBC paru dapat bersamaan dengan TBC alat genitalia. Wiknjosastro (1995) menemukan pada 15 wanita penderita TBC-genitalis; 40% sarang primernya terdapat di paru-paru.
· TBC-genitalis dapat menyebabkan :
- Infertilitas (kemandulan)
- Bila terjadi kehamilan, hasil konsepsi sering berakhir dengan abortus, Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), dan partus prematurus.
- TBC-genitalis yang sudah tenang dan pulih, dapat kambuh lagi setelah abortus dan persalinan.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, M., 1999. “Ilmu Penyakit Paru”. Surabaya . Airlangga Univerciti Press
Carpenito, L.J., 1999. “Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan”. Ed. 2 Jakarta : EGC
(2000). “Diagnosa Keperawatan”. Ed. 8. Jakarta : EGC
Doengoes, (1999). “Perencanaan Asuhan Keperawatan”. Jakarta : EGC
Danusastro, Halim. 2000. “Buku Saku Ilmu Penyakit Paru”. Hipokrates : Jakarta.
Mochtar, Rustam. 1998. ”Sinopsis Obstetri : obstetri fisiologi, obstetri patologi”. EGC : Jakarta.
Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.

Mansjoer, Arif., et all. (1999). “Kapita Selekta Kedokteran”. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius

Sunday, July 5, 2009

Ketika Karunia itu adalah Kesempatan

Ketika Karunia itu adalah Kesempatan

Setelah kuhitung hari, lebih dua bulan kesempatan itu

Setelah kuhitung lagi, ku tak bisa menguraikan detik berharga itu kembali

Dan malam ini semakin ku mensyukuri

Saat membaca surat-surat kata hatimu

Dunia menjadi sepi…

Dunia tidak berharga lagi,,.

Dan kau tuangkan dalam curahan pikiranmu yang luar biasa

Sungguh, karunia ini adalah memperoleh nasihatmu

Ketika ku menulis ini

Dan mengingat pertemuan singkat yang tak pernah kuterka sebelumnya,

Kau mengajakku pula

Membaca dunia dengan pandanganmu kepadaku

Semakin ku tertegun

Bagaimana hatimu mampu dengan mudah mempercayaiku

Dan melapangkan kesempatan ini untukku

Ketika mengingat ini

Ku bayangkan pula jawaban atas tumpukan pertanyaanku yang lugu

Kau sambut dengan lembar tulisan untuk ku cari

Kau berikan satu tugas yang menyenangkan untukku

Ku baca isyarat satu-satu

dan datanglah serbuan inspirasi saat kau membimbingku

tiada berat pula kau memuji

yang menguatkan asa dan ketetapan hati

Lebih dua bulan yang lalu,

Saat ku menangis karena resah dan kelelahan mencari

Saat ku kebingungan dan tak ada yang menjawab

Dan Ia karuniakan kesempatan lagi

Lewat pertemuanku denganmu

Dan begitu mudah

Kau masuk dalam hati dan fikiran

Mengarahkanku pada kenyataan lain

Dan tak kusangka kau begitu khawatir

Tak segan menanyakan kabar, dan kesibukanku

Sungguh, karunia itu adalah kesempatan mengenalmu

Ya Rahiim… jagalah ia….

akhir cerita……..

Juli 6, 2009

bintang yang ku tunjuk
cahayanya perlahan berubah kelam
hancur jatuh berantakan
padahal belum sempat ku utaraka sajak-sajak cinta yang tercipta karenanya

_taman langit seolah suram
petang tak benderang tak membuat hatiku berteman.,

_bintang hati telah lebur terganti
namun tiada arti
sajak ku suram tak ada setitik terang

_mungkin inikah akhir cerita cinta di tengah malam terhias purnama menyatu dalam angin melantun pilu

_purnama itu terluka,bercucur air mata di tahan dengan senyum sayup merekat dengan cinta dalam pertemuan di iringi sepatah kata

“ini yang terbaik” bisikmu

_daun menari sendu angin melantun pilu perpisahan memang harus tercipta

_malam merapat pulang
di tengah sesal jalan ku kini terkikis kelam.

Friday, July 3, 2009

11 manfaat luar biasa buah kurma

11 manfaat luar biasa buah kurma1. Tamr (kurma kering) berfungsi untuk menguatkan sel-sel usus dan dapat membantu melancarkan saluran kencing karena mengandung serabut-serabut yang bertugas mengontrol laju gerak usus dan menguatkan rahim terutama ketika melahirkan. Penelitian yang terbaru menyatakan bahwa buah ruthab (kurma basah) mempunyai pengaruh mengontrol laju gerak rahim dan menambah masa systolenya (kontraksi jantung ketika darah dipompa ke pembuluh nadi). Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Maryam binti Imran untuk memakan buah kurma ketika akan melahirkan, dikarenakan buah kurma mengenyangkan juga membuat gerakan kontraksi rahim bertambah teratur, sehingga Maryam dengan mudah melahirkan anaknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Artinya : Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu kearahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Rabb Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini” [Maryam : 25-26] Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah membawakan perkataan ‘Amr bin Maimun di dalam tafsirnya : “Tidak ada sesuatu yang lebih baik bagi perempuan nifas kecuali kurma kering dan kurma basah” Dokter Muhammad An-Nasimi dalam kitabnya, Ath-Thibb An-Nabawy wal Ilmil Hadits (II/293-294) mengatakan, “Hikmah dari ayat yang mulia ini secara kedokteran adalah, perempuan hamil yang akan melahirkan itu sangat membutuhkan minuman dan makanan yang kaya akan unsur gula, hal ini karena banyaknya kontraksi otot-otot rahim ketika akan mengeluarkan bayi, terlebih lagi apabila hal itu membutuhkan waktu yang lama. Kandungan gula dan vitamin B1 sangat membantu untuk mengontrol laju gerak rahim dan menambah masa sistolenya (kontraksi jantung ketika darah dippompa ke pembuluh nadi). Dan kedua unsur itu banyak terkandung dalam ruthab (kurma basah). Kandungan gula dalam ruthab sangat mudah untuk dicerna dengan cepat oleh tubuh” Buah kurma matang sangat kaya dengan unsur Kalsium dan besi. Oleh karena itu, sangat dianjurkan bagi perempuan yang sedang hamil dan yang akan melahirkan, bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Maryam Al-Adzra (perawan) untuk memakannya ketika sedang nifas (setelah melahirkan). Kadar besi dan Kalsium yang dikandung buah kurma matang sangat mencukupi dan penting sekali dalam proses pembentukan air susu ibu. Kadar zat besi dan Kalsium yang dikandung buah kurma dapat menggantikan tenaga ibu yang terkuras saat melahirkan atau menyusui. Zat besi dan Kalsium merpuakan dua unsur efektif dan penting bagi pertumbuhan bayi. Alasannya , dua unsur ini merupakan unsur yang paling berpengaruh dalam pembentukan darah dan tulang sumsum.2. Ruthab (kurma basah) mencegah terjadi pendarahan bagi perempuan-perempuan ketika melahirkan dan mempercepat proses pengembalian posisi rahim seperti sedia kala sebelum waktu hamil yang berikutnya. Hal ini karena dalam kurma segar terkandung hormon yang menyerupai hormon oxytocine yang dapat membantu proses kalahiran. Hormon oxytocine adalah hormon yang salah satu fungsinya membantu ketika wanita atau pun hewan betina melahirkan dan menyusui.3. Memudahkan persalinan dan membantu keselamatan sang ibu dan bayinya.4. Buah kurma, baik tamr maupun ruthab dapat menenangkan sel-sel saraf melalui pengaruhnya terhadap kelenjar gondok. Oleh karena itu, para dokter menganjurkan untuk memberikan beberapa buah kurma di pagi hari kepada anak-anak dan orang yang lanjut usia, agar kondisi kejiwaannya lebih baik.5. Buah kurma yang direbus dapat memperlancar saluran kencing.6. Buah kurma Ajwah dapat digunakan sebagai alat ruqyah dan mencegah dari ganguan jin.7. Kurma sangat dianjurkan sebagai hidangan untuk berbuka puasa. Ada hal yang sudah ditetapkan dalam bidang kedokteran bahwa gula dan air merupakan zat yang pertama kali dibutuhkan orang berpuasa setelah melalui masa menahan makan dan minum. Berkurangnya glukosa (zat gula) pada tubuh dapat mengakibatkan penyempitan dada dan gangguan pada tulang-tulang. Dilain pihak, berkurangnya air dapat melemahkan dan mengurangi daya tahan tubuh. Hal ini berbeda dengan orang berpuasa yang langsung mengisi perutnya dengan makanan dan minuman ketika berbuka. Padahal ia membutuhkan tiga jam atau lebih agar pencernaannya dapat menyerap zat gula tersebut. Oleh karena itu, orang yang menyantap makanan dan minuman ketika berbuka puasa tetap dapat merasakan fenomena kelemahan dan gangguan-ganguan jasmani akibat kekurang zat gula dan air.8. Buah kurma dapat mencegah stroke9. Buah kurma kaya dengan zat garam mineral yang menetralisasi asam, seperti Kalsium dan Potasium. Buah kurma adalah makanan terbaik untuk menetralisasi zat asam yang ada pada perut karena meninggalkan sisa yang mampu menetralisasi asam setelah dikunyah dan dicerna yang timbul akibat mengkonsumsi protein seperti ikan dan telur.10. Buah kurma mengandung vitamin A yang baik dimana ia dapat memelihara kelembaban dan kejelian mata, menguatkan penglihatan, pertumbuhan tulang, metabolisme lemak, kekebalan terhadap infeksi, kesehatan kulit serta menenangkan sel-sel saraf.11. Kurma adalah buah, makanan, obat, minuman sekaligus gula-gula. sumber:cahayasunnah.wordpress.com

Thursday, July 2, 2009

cara mencegah penyakit jantung

Penyakit jantung adalah istilah umum untuk sejumlah penyakit berbeda, semua yang mempengaruhi hati dalam beberapa cara. Penyakit jantung yang sebenarnya dianggap sebagai yang terkemuka karena kematian saat ini di Amerika Serikat. Penyakit jantung memang memiliki ancaman serius bagi banyak orang. Karena itu, penting untuk memahami metode untuk mencegah dan mengobati penyakit jantung.
Metode pencegahan
Ada alasan untuk menjadi harapan karena menurut para ahli, pencegahan penyakit jantung adalah menjanjikan. Walaupun beberapa faktor risiko termasuk jenis kelamin, genetika, dan usia orang yang tidak berada dalam kontrol kami, satu masih dapat membuat perubahan dalam gaya hidup dan juga perubahan diet sehingga peluang dari penyakit jantung yang signifikan dikurangi.
Ada juga metode lain oleh pencegahan penyakit jantung yang dapat dicapai. Menurut apa yang mengusulkan American Heart Association, satu harus kontrol kegemukan pada anak-anak dan bahkan juga melakukan upaya untuk mengambil ditentukan benar cukup makanan yang mengandung gizi. Salah satu suplemen gizi lebih baik Anda mungkin ingin mencoba untuk pencegahan penyakit jantung adalah manggis bubur yang kaya akan antioksidan yang bantuan dalam menghancurkan radikal bebas yang menjadi alasan di balik dan merusak sel-sel yang pada gilirannya akan mengakibatkan penyakit jantung.
Bagus pencegahan penyakit jantung dapat juga berarti mengendalikan tekanan darah dan kolesterol LDL yang rendah di tingkat. Cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan melakukan perubahan yang sesuai untuk diet dan bahkan dengan obat sehingga jika direkomendasikan oleh dokter. Jelas, memiliki tingkat gula darah rendah akan mempertimbangkan sebagai pencegahan penyakit jantung.
Alternatif lain adalah untuk latihan karena merupakan fakta yang dikenal latihan rutin dapat mengurangi risiko penyakit jantung. Ahli ada kecenderungan untuk merekomendasikan sebanyak mungkin kemanusiaan sebagai latihan setidaknya satu jam per hari. Untuk banyak orang, seperti ini tampaknya tidak pernah tugas tetapi kebenaran ini jumlah latihan dapat dicapai dengan cara-cara lain selain pergi ke gym. Pada dasarnya mengubah beberapa kebiasaan, seperti berjalan kaki untuk bekerja, bisa membuat orang sehat. Berjalan mungkin adalah yang paling mudah, murah, dan healthiest jenis latihan untuk kebanyakan orang dan oleh karena itu harus diambil dari keuntungan.
Yang terbaik pencegahan penyakit jantung tidak boleh menjadi sunyi saja tindakan; sebaliknya, satu mungkin akan memutuskan untuk memiliki banyak strategi yang digabungkan menjadi satu akan membuktikan untuk menjadi lebih efektif. Anda dapat memilih pendekatan seperti perubahan dalam diet, sama dengan mengurangi kelebihan berat badan dan juga menjaga tingkat gula darah serta mengambil suplemen gizi yang diusulkan oleh ahli kesehatan.
Pilihan untuk pengobatan penyakit jantung
Jika Anda memiliki penyakit jantung, maka anda akan memiliki beberapa jenis penyakit jantung perawatan untuk memecahkan masalah anda. Ada berbagai penyakit jantung perawatan pilihan yang tersedia saat ini. Pertama tentu saja perawatan pencegahan seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Namun, jika Anda jantung adalah penyakit serius, dari yang paling mungkin anda juga harus menggunakan teknik yang lebih serius pengobatan penyakit jantung. Ini termasuk perawatan medis, yang biasanya akan dimulai dengan segera, bahkan sebelum diagnosa yang tepat dari masalah jantung adalah dibuat.
Mei perawatan medis ini terdiri dari dari tabung oksigen di hidung, oksigen melalui topeng, nitroglycerin di bawah lidah, sakit obat-obatan, dan aspirin. Ada juga klintir dissolving obat yang sering diberikan, dan obat-obatan ini sebelumnya diberikan, semakin tinggi kesempatan membuka diblokir artery dan mempertahankan otot jantung yang lebih dari cedera.
Selular terapi, misalnya, dianggap sebagai potensi untuk pengobatan penyakit jantung. Hal ini disebabkan oleh produk selular telah diturunkan untuk terus potensi besar untuk merawat luka-luka yang sakit dan sel-sel di dalam tubuh. Mereka datang dari berbagai sumber, seperti sel-sel batang dari sumsum tulang, darah pinggiran, dan myoblasts kerangka dari sel otot. Penelitian selama ini menunjukkan bahwa terapi ini menawarkan selular amazingly hasil positif, sehingga dengan tambahan dan penelitian lebih kemajuan, di masa yang akan datang ini mungkin hanya dikenal sebagai obat untuk penyakit jantung.
Operasi dapat dijalankan pada orang-orang yang mengalami penyakit jantung di usia walaupun ada metode lain yang lebih baik. Operasi yang diperlukan untuk orang-orang yang tidak bereaksi dengan obat atau kondisi yang worsens radikal. Dalam beberapa situasi, operasi adalah satu-satunya cara untuk merubah masalah dan memberikan kemungkinan pasien kesehatan yang baik. Dalam kasus yang jarang, ulangi operasi itu diperlukan untuk membersihkan tubuh kelebihan cairan yang telah dikembangkan di dada.
Operasi jantung dapat memakai dan masa penyembuhan dapat lambat sehingga tidak mengherankan untuk menemukan bahwa jumlah besar orang yang menderita penyakit jantung yang membutuhkan pembedahan tertarik kurang invasi operasi. Kurang invasi operasi untuk penyakit jantung dapat melibatkan potongan kecil, kurang sakit, dan masa penyembuhan lebih cepat. Bukan saja jenis operasi ini melibatkan rumah sakit tetap pendek, ia juga dapat mengurangi risiko komplikasi kepada pasien selama dan setelah operasi.
Ada banyak sumber daya yang tersedia jika Anda ingin informasi lebih lanjut tentang perawatan penyakit jantung. Hal yang paling penting dari semua adalah untuk mempertahankan gaya hidup yang sehat, yang sehat dan makanan bergizi, dan banyak latihan. Oleh mempertahankan gaya hidup sehat Anda tidak hanya dapat menjaga diri sendiri terhadap penyakit jantung, tetapi juga terhadap semua penyakit dan kondisi kesehatan pada umumnya.

Wednesday, July 1, 2009

efusi pleura

ASKEP EFUSI PLEURA

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah

a. Anatomi

Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD, 1995, 121).

Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104).

Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada radix paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut.


b. Fisiologi

Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti “bernafas lagi” mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2) serta mengeluarkan carbon dioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang vital bagi kehidupan.

Proses respirasi berlangsung beberapa tahap antara lain :

1) Ventilasi

Adalah proses pengeluaran udara ke dan dari dalam paru. Proses ini terdiri atas 2 tahap :

Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Inspirasi terjadi dengan adanya kontraksi otot diafragma dan interkostalis eksterna yang menyebabkan volume thorax membesar sehingga tekanan intra alveolar menurun dan udara masuk ke dalam paru.

Ekspirasi yaitu pergerakan udara dari dalam ke luar paru yang terjadi bila otot-otot expirasi relaxasi sehingga volume thorax mengecil yang secara otomatis menekan intra pleura dan volume paru mengecil dan tekanan intra alveola menurun sehingga udara keluar dari paru.

2) Pertukaran gas di dalam alveol dan darah.

3) Transport gas

Yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah).

4) Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan.Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang juga disebut pernafasan seluler. (Alsagaff H, Abdul Moekty, 1995, 15).

Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah bergerak satu ke yang lainnya (John Gibson, MD, 1995, 123). Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur (Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam mediastinum. Permukaan superior dari diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietis disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang potensial. Karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).


c. Etiologi

Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragis

1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.

2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.

3) Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.

4) Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.


d. Patofisiologi

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).

Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).

2. Dampak Masalah

a. Dampak masalah terhadap individu

Sebagaimana penderita penyakit yang lain, pada pasien effusi pleura akan mengalami suatu perubahan baik bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak yang diakibatkan oleh proses penyakit atau pengobatan dan perawatan. Pada umumnya Px dengan effusi pleura akan tampak sakit, suara nafas menurun adanya nyeri pleuritik terutama pada akhir inspirasi, febris, batuk dan yang lebih khas lagi adalah adanya sesak nafas, rasa berat pada dada akibat adnya akumulasi cairan di kavum pleura.

b. Dampak masalah terhadap keluarga

Pada umumnya keluarga pasien akan merasa dituntut untuk selalu menjaga dan memenuhi kebutuhan pasien. Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit sehingga keluarga pasien akan memberi perhatian yang lebih pada pasien. Keluarga menjadi cemas dengan keadaan pasien karena mungkin sebagai orang awam keluarga pasien kurang mengerti dengan kondisi pasien dan tentang bagaimana perawatannya. Lamanya perawatan pasien banyaknya biaya pengobatan merupakan masalah bagi pasien dan keluarganya terlebih untuk keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah.

Secara langsung peran pasien sesuai statusnya pun akan mengalami perubahan bahkan gangguan selama pasien dirawat di rumah sakit.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Canpernito, 2000,2).

Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu perawat dalam melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).

1. Pengkajian

Pengumpulan Data

Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :

a. Identitas Pasien

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.

f. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.

3) Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.

4) Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.

5) Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

6) Pola hubungan dan peran

Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.

7) Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.

8) Pola sensori dan kognitif

Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya.

9) Pola reproduksi seksual

Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.

10) Pola penanggulangan stress

Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.

h. pemeriksaan fisik

1) Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.

2) Sistem Respirasi

Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.

Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.

Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.

Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)

3) Sistem Cardiovasculer

Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.

4) Sistem Pencernaan

Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.

Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).

5) Sistem Neurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

6) Sistem Muskuloskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

7) Sistem Integumen

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

i. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium

1. Pemeriksaan Radiologi

Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).

2. Biopsi Pleura

Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura) (Soeparman, 1990, 788).

j. Pemeriksaan Laboratorium

Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :

a. Pemeriksaan Biokimia

Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :


Transudat Eksudat

Kadar protein dalam effusi 9/dl < style=""> > 3

Kadar protein dalam effusi < style=""> > 0,5

Kadar protein dalam serum

Kadar LDH dalam effusi (1-U) < style=""> > 200

Kadar LDH dalam effusi < style=""> > 0,6

Kadar LDH dalam serum

Berat jenis cairan effusi < style=""> > 1,016

Rivalta Negatif Positif


Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura :

- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma

- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).


b. Analisa cairan pleura

- Transudat : jernih, kekuningan

- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan

- Hilothorax : putih seperti susu

- Empiema : kental dan keruh

- Empiema anaerob : berbau busuk

- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah


c. Perhitungan sel dan sitologi

Leukosit 25.000 (mm3):empiema

Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru

Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.

Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur

Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.

Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.

Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)

d. Bakteriologis

Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).


Analisa Data

Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa sehingga dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada penderita effusi pleura. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.

2. Diagnosa Keperawatan

Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi diagnosa aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1)

Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan effusi pleura antara lain :

1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).

3. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).

5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)

3. Perencanaan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16)

1. Diagnosa Keperawatan I

Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.

Rencana tindakan :

a. Identifikasi faktor penyebab.

Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.

b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.

Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.

c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.

Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.

d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).

Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.

e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.

f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.

Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.

Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

2. Diagnosa Keperawatan II

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam batas normal.

Rencana tindakan :

a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.

Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.

b. Auskultasi suara bising usus.

Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan.

c. Lakukan oral hygiene setiap hari.

Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.

d. Sajikan makanan semenarik mungkin.

Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.

e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.

Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek.

f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP

Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.

g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.

Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh.

3. Diagnosa Keperawatan III

Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.

Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.

Rencana tindakan :

a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.

Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.

Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.

a. Ajarkan teknik relaksasi

Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan

b. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.

Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.

c. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik

d. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.

Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.

e. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.

Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

4. Diagnosa Keperawatan IV

Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.

Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.

Rencana tindakan :

a. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.

Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.

b. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum dirawat.

Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.

c. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.

Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.

d. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.

Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.


5. Diagnosa Keperawatan V

Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).

Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.

Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.

Rencana tindakan :

a. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.

Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.

a. Bantu Px memenuhi kebutuhannya.

Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.

b. Awasi Px saat melakukan aktivitas.

Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.

c. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.

Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.

d. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.

Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.

e. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.

Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi normal.


6. Diagnosa Keperawatan VI

Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.

Kriteria hasil :

a. Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.

b. PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.

c. Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.

Rencana tindakan :

a. Kaji patologi masalah individu.

Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.

b. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.

Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.

c. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).

Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi.

d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).

Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.


4. Pelaksanaan

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :

Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.

Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).

Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :

a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.

b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

c. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.

d. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan aktivitas seperti biasanya.

e. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang merawatnya.

f. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.

g. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.


DAFTAR PUSTAKA

Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya ; 1995

Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995

Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995

Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1999

Ganong F. William, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta EGC ; 1998

Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Jakarta EGC ; 1995

Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991

Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR, Dasar – Dasar Diagnostik Fisik Paru, Surabaya; 1994

Lismidar,proses keperawatan H,dkk, Proses keperawatan, AUP, 1990

Marrilyn. E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC ; 1999

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press; 1994

B.AC,Syaifudin, Anatomi dan fisiologi untuk perawat, EGC; 1992

Soeparman A. Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990

Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien, Jakarta EGC ; 1998

Soedarsono, Guidelines of Pulmonology, Surabaya ; 2000